Perang Dingin Software Desain: Membedah Strategi Adobe Creative Cloud vs. Affinity

Adobe Creative Cloud vs. Affinity

Dunia desain grafis sedang mengalami guncangan seismik yang menarik. Di satu sisi, kita memiliki raksasa tak tergoyahkan, Adobe Creative Cloud, yang telah menjadi standar industri selama beberapa dekade dengan model berlangganan (subscription) yang seringkali membuat dompet desainer menangis. Di sisi lain, ada penantang yang semakin kuat, Affinity (kini diakuisisi oleh Canva), yang membawa bendera “Beli Sekali, Milik Selamanya”.

Berita terbaru dari The Verge dan peluncuran inisiatif baru di Affinity.studio menandakan babak baru. Canva dan Affinity tidak hanya bertahan; mereka menyerang balik dengan strategi agresif—termasuk memberikan akses gratis untuk sekolah dan nirlaba. Di grafisify.com, kami sering melihat perdebatan sengit di kolom komentar: “Tim Adobe atau Tim Affinity?”. Namun, pertanyaan yang lebih dalam adalah: Mengapa strategi mereka begitu berbeda?

Artikel ini akan membedah secara mendalam strategi bisnis, teknologi di balik keputusan ini, dan apa artinya bagi masa depan industri kreatif di Indonesia.


Deep Dive: Ekonomi di Balik “Sewa” vs “Beli”

Untuk memahami mengapa Adobe mewajibkan langganan dan Affinity menolaknya, kita tidak bisa hanya melihat fiturnya. Kita harus melihat ke dalam “dapur” keuangan perusahaan teknologi.

1. Strategi Adobe: The Golden Handcuffs (SaaS Model)

Pada tahun 2013, Adobe melakukan langkah berisiko dengan membunuh Creative Suite (CS) yang dijual putus dan beralih sepenuhnya ke Creative Cloud (CC). Banyak yang marah, tapi dari sisi bisnis, ini adalah langkah jenius.

  • Annual Recurring Revenue (ARR): Wall Street mencintai kepastian. Dengan model langganan, Adobe bisa memprediksi pendapatan mereka tahun depan dengan akurat. Ini menjaga harga saham tetap tinggi.
  • Anti-Pembajakan: Dengan mewajibkan koneksi internet berkala untuk validasi lisensi, tingkat pembajakan software Adobe menurun drastis dibandingkan era CD/DVD.
  • Ekosistem Cloud: Adobe tidak hanya menjual tools, mereka menjual ekosistem. Integrasi antar aplikasi, Adobe Fonts, dan Cloud Storage membuat pengguna sulit berpindah (Vendor Lock-in). Sekali Anda berhenti membayar, Anda kehilangan akses ke alat kerja Anda.

2. Strategi Affinity & Canva: The Disruptor (Perpetual License)

Affinity (Serif) masuk ke pasar dengan strategi “Blue Ocean”. Mereka tahu mereka tidak bisa mengalahkan Adobe dalam hal jumlah fitur di awal, jadi mereka menyerang titik sakit (pain point) terbesar pengguna Adobe: Biaya Langganan.

“Kami percaya bahwa kreatif tidak seharusnya disandera oleh biaya bulanan. Software adalah alat, dan Anda seharusnya memiliki alat Anda.” – Filosofi awal Affinity.

Setelah diakuisisi oleh Canva, strategi ini berevolusi. Canva memiliki uang tunai yang melimpah. Mereka tidak butuh uang cepat dari Affinity. Tujuan mereka lebih besar: Market Share.

Langkah terbaru Affinity yang memberikan software gratis untuk sekolah dan nirlaba (NGO) adalah strategi klasik “Drug Dealer”:

  • Berikan akses gratis kepada pelajar sekarang.
  • Ketika mereka lulus dan menjadi profesional, mereka sudah terbiasa menggunakan Affinity, bukan Photoshop.
  • Ini adalah serangan langsung ke jantung dominasi Adobe di masa depan.

Analisis Teknologi: Arsitektur di Balik Performa

Perbedaan strategi bisnis ini juga tercermin dari cara software tersebut dibangun. Sebagai Editor Teknologi, saya melihat perbedaan fundamental pada codebase mereka.

Adobe (Legacy Code): Photoshop dan Illustrator dibangun di atas kode yang usianya sudah puluhan tahun. Meskipun fiturnya sangat kaya (seperti Generative Fill AI), seringkali aplikasi terasa berat (“bloated”). Menambah fitur baru di atas pondasi lama seringkali memicu bug atau masalah performa.

Affinity (Modern Architecture): Affinity Designer, Photo, dan Publisher dibangun dari nol dengan arsitektur modern yang dioptimalkan untuk prosesor multicore dan akselerasi GPU terbaru (seperti Apple Silicon). Inilah sebabnya mengapa:

  • File format Affinity bersifat universal (Anda bisa membuka file Designer di Photo tanpa konversi).
  • Real-time performance saat zoom in/out dengan ribuan vektor terasa jauh lebih mulus di Affinity.
  • Ukuran installer yang jauh lebih kecil.

Komparasi Head-to-Head: Adobe CC vs Affinity V2

Berikut adalah perbandingan langsung untuk membantu Anda memutuskan, apakah saatnya beralih atau tetap setia.

Fitur / Aspek Adobe Creative Cloud Affinity V2 (by Canva)
Model Pembayaran Langganan Bulanan (SaaS). Mahal dalam jangka panjang. Saat ini Gratis
Fitur AI Generatif Sangat Canggih (Firefly terintegrasi dalam Photoshop/Illustrator). Masih Minim. Fokus pada tool manual yang presisi.
Kompatibilitas Industri Standar Industri (Agency, Percetakan Besar). Meningkat, tapi masih ada kendala kompatibilitas file INDD/AI tertentu.
Platform Windows, Mac, iPad (Versi iPad terbatas fiturnya). Windows, Mac, iPad (Versi iPad hampir setara desktop).
Integrasi Ekosistem Sangat Kuat (Creative Cloud Libraries, Adobe Stock). Integrasi dengan Canva (Baru dimulai, potensi besar).

Dampak Terhadap Desainer Indonesia

Bagi kita di Indonesia, dampak perang harga ini sangat nyata. Di grafisify.com, kami sering merekomendasikan desainer pemula atau UMKM untuk melirik Affinity.

Dengan kurs Rupiah yang fluktuatif, biaya langganan Adobe (sekitar Rp 800rb – 1jt+ per bulan untuk semua aplikasi) adalah beban operasional yang berat (OPEX). Sementara Affinity menawarkan lisensi free. Inisiatif terbaru Canva untuk menggratiskan Affinity bagi sektor pendidikan dan nirlaba akan sangat membantu sekolah-sekolah SMK Multimedia di Indonesia yang selama ini kesulitan membeli lisensi resmi.

Opini & Prediksi Masa Depan: Apakah Affinity Akan Tetap “Gratis”?

Pertanyaan terbesar yang menghantui komunitas adalah: “Setelah dibeli Canva, apakah Affinity akan berubah jadi langganan?”

Menurut analisis saya, tidak dalam waktu dekat. Canva sudah memiliki model langganan di platform web mereka (Canva Pro). Menjadikan Affinity sebagai produk berlangganan hanya akan membuatnya kehilangan Unique Selling Point (USP) utamanya melawan Adobe.

Prediksi saya:

  1. Hybrid Model: Affinity tetap free, tapi ada fitur premium berbasis Cloud/AI yang memerlukan langganan Canva Pro.
  2. Integrasi Aset: Kita akan melihat kemampuan untuk mengedit aset Canva secara mendalam di Affinity, dan sebaliknya, menciptakan alur kerja drag-and-drop yang mulus.
  3. Serangan AI: Adobe menang di Generative AI. Canva harus segera menyuntikkan teknologi “Magic Studio” mereka ke dalam Affinity untuk tetap relevan.

FAQ: Pertanyaan Umum Seputar Adobe & Affinity

1. Apakah Affinity Designer bisa membuka file .AI atau .PSD?
Ya, Affinity bisa membuka file PSD (Photoshop) dan AI (Illustrator) dengan cukup baik. Namun, untuk file dengan efek filter kompleks atau fitur terbaru Adobe, mungkin ada sedikit pergeseran layer atau tampilan.

2. Kenapa Adobe tidak kembali ke model beli putus?
Secara finansial, itu langkah mundur. Model langganan memberikan pendapatan stabil untuk riset AI yang sangat mahal. Kembali ke model lama akan menghancurkan valuasi saham mereka.

3. Apakah Affinity cukup untuk kerja profesional di agensi?
Tergantung. Jika Anda freelancer atau studio independen, Affinity sangat cukup. Namun, jika Anda bekerja dalam tim besar yang alur kerjanya bergantung pada fitur kolaborasi Adobe (seperti Team Projects), Adobe masih menjadi raja.

4. Apa keuntungan inisiatif gratis Affinity untuk sekolah?
Ini memungkinkan siswa belajar desain dengan software legal tanpa membajak. Ini menciptakan generasi desainer baru yang fasih menggunakan ekosistem Canva/Affinity.

5. Apakah saya akan kehilangan akses Affinity jika Canva bangkrut?
Karena lisensinya terinstall di komputer (perpetual), Anda tetap bisa menggunakan versi terakhir yang Anda unduh, berbeda dengan Adobe yang akan mati total jika server validasi mereka dimatikan (atau Anda berhenti bayar).

6. Apakah Affinity memiliki fitur seperti “Generative Fill”?
Saat ini belum secara native sekuat Adobe Firefly. Namun, dengan akuisisi Canva, integrasi AI diharapkan akan segera hadir di update mendatang.


Referensi & Sumber Berita: The Verge, Affinity Studio

Leave a Reply

You might